Rabu, 14 September 2011

Deru Pesawat Terbang

Pernahkah kalian naik angkot, lantas tiba-tiba dgn senang hati sopir angkotnya bilang, "nggak usah bayar, dik. gratis hari ini?" Pernahkah kalian pergi ke kantor kades, lurah, ngurus KTP, lantas petugasnya sambil tersenyum bilang, "tunggu sebentar ya, 1 jam lagi KTP-nya pasti jadi." lantas sang petugas semangat betul mengurusnya, kesana-kemari, jadi, ketika mau diambil, mau ngasih uang lebih karena ihklas, si petugas sambil nyengir bilang, "maaf, tdk usah mbak, sudah kewajiban kami, kok." Pernahkah kalian ditilang polisi, lantas pak polisi hanya menepuk bahu, tersenyum, "besok jgn lupa helm-nya ya mas, ayo, silahkan jalan lagi." Pernahkah kalian bertemu dokter, berobat,diterima dgn senyum, dijelaskan dgn rinci, bahkan dia pandai sekali memberi tips agar sakit tak terulang, saat hendak membayar, "ini no hp saya ya, besok lusa kalau ada keluhan, nggak usah datang, sms atau telpon saja. kan repot jauh2 datang." Pernahkah kalian punya teman yg mau berbagi apa saja, punya tetangga yg baik dan suka mengirim makanan? Pernahkah…. Kemanakah pendidikan akhlak itu, yg tersisa hari ini adalah: sopir angkot galak mengejar setoran, petugas yg jangankan berpikir mengabdi, dokter dgn kepedulian terbatas, polisi yg lbh sering menyusahkan dibandingkan mengayomi, kawan yang sering mengajak kesia2an, tetangga yg kotor dan dengki hatinya.. Kemanakah akhlak mulia itu... maka jangan tanya pemimpin2 kita, jangan tanya org2 yg punya kekuasaan, acara2 di televisi, glamour orang menengah ke atas.. Di kehidupan yang mulia ini, mari kita meneguhkan hati, merapatkan barisan, kesempatan itu tetap ada, ketika generasi baru terlahirkan dgn akhlak cemerlang bagai mutiara... mari kita serbu rumah2 mereka, kamar2 mereka, ruang makan, ruang tamu... dengan teladan yang baik bagi anak2 mereka... maka ketika sekitar begitu rusaknya memberi teladan, semoga dgn teladan yg baik mereka terinspirasi sebuah kebaikan... sesuatu yg disebut akhlak mulia!!! Seperti deru pesawat terbang, membuat bergetar kolam tenang 30.000 kaki di bawahnya, membuat bergetar jendela2 rumah, begitulahkebaikan... membuat bergetar hati2 kita.
My Personal Ied Card

Ketika Ia Pergi

Seno, bocah kecil itu mungkin salah satu dari sekian anak yang menjadi korban emansipasi. Bagaimana tidak, mamanya seorang wanita karir dengan setumpuk kegiatan. Dan papanya seorang pengusaha yang lumayan sukses. Praktis mereka hanya bisa menyisakan (bukan memberikan) waktu untuk seno dihari libur. Itupun kalau memungkinkan… Meski begitu Seno yang baru berusia 4 tahun itu seolah mengerti. Ia tidak banyak menunutut, ia lebih asyik bermain dengan Mbok Yem dan mobil-mobilannya. Baginya ada atau tidak kedua orangtuanya tak ada bedanya. “Seno, mama dan Papa sedang sibuk. Kamu mengerti kan sayang?” Seno mengangguk. “Mama tinggal dulu ya sayang, nanti kalau pulang mama bawakan mainan baru lagi, ya? Seno kembali mengangguk. Setelah itu mamanya berangkat. Dari pagi ke pagi Seno selalu menatap kepergian mamanya tanpa ekspresi. Sebelumnya Mbok Yem pernah memberanikan diri bertanya pada mamanya “Nyonya apakah Seno tidak terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal?” Dengan sigap mamanya berkata “Tenang saja Mbok, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK! Si Mbok merawat Seno dengan benar seperti yang saya inginkan, kan?” Mbok Yem mengangguk. ”Tapi Nyonya….” “Sudahlah Mbok, saya tahu yang terbaik unruk Seno. Si Mbok lakukan saja tugas si Mbok merawat Seno dan saya akan sangat berterimakasih kepada si Mbok.” “Baik Nyonya.” Jawab Mbok Yem ketika itu. Dan Seno-pun tumbuh dibawah kasih saying Mbok Yem. A menjadi anak yang lincah, cerdas dan mudah di ajak untuk mengerti. Ia jarang sekali ngambek, karena Mbok Yem, wanita setengah baya dari desa itu, telah menanamkan pengertian padanya. Namun pagi-pagi ini Seno tiba-tiba menangis. Ia tidak ingin dimandikan oleh Mbok Yem seperti biasanya. “Seno ingin dimandikan mama…”rengeknya dikamar mandi. Tentu saja, mamnya yang sangat sibuk, menolaknya secara halus. “Seno mama akan berangkat kekantor sekarang. Waktunya sudah sangat mendesak, belum lagi kalu nanti terjebak macet. Seno ngerti, kan?” ujar mamanya sambil memepersiapkan alat-alat kantornya. “Seno ingin dimandikan mama…” rengeknya lagi. Kali ini ayahnya turut membujuk, “Kamu tidak boleh begitu sayang. Mama sangat sibuk Tapi nanti kalo mama libur, pasti mama mau memandikan kamu seharian penuh. Bahkan kalau perlu mama juga pasti ga keberatan mengantarkan kamu ke kolam renang, betulkan Mam?” “Benar sayang, mama janji…” sahut mamanya sambil mengangguk. “tapi Seno ingin dimandikan mama…” Seno tak juga mengerti. “Seno, please ngertiin dong sayang. Mama pasti akan memandikanmu, tapi tidak hari ini, ya! Ujar mamnya membujuk. Kali ini sambil mengusap airmata Seno. “nah sekarang mama dan papa berangkatr ke kantor dulu ya.” Seno tak lagi menangis, ia menatap kepergian kedua orangtuanya dengan airmata yang tersisa. Pagi-pagi berikutnya kejadian itu terus berulang. Permintaan Seno untuk dimandikan mamanya kian hari kian terasa seperti tuntutan. Dan mamanya hanya bisa menghela nafas ketika suaminya berkata, “Tak perlu kau pusingkan mam. Anak kita masih terlalu kecil untuk diajak mengerti. Tapi lambat laun ia akan mengerti dengan sendirinya.” “Entah Pa, aku cuma tak tahan melihat air matanya. Sebagai seeorang ibu, aku merasa telah meninggalkannya terlalu jauh. Aku takut anak kita tak pernah bisa benar-benar memahami makna ibu.” “So, apa mama akan melepaskan pekerjaan dan kegiatan mama selama ini?” “Tentu saja tidak, Pa. Aku memulainya dari titik nol, dan teramat mahal jika aku harus melepaskannya begitu saja. Aku juga berfikir lambat laun Seno pasti akan mengerti apa yang kita lakukan ini semata-mata hanya untuknya. “ Begitulah, Mama dan Papanya kembali sibuk. Namun rengekan Seno yang minta dimandikan tak juga berhenti. Ia masih merengek setiap pagi, selama hamper seminggu. Sehingga suau siang Mamanya dikejutkan oleh dering handphone disakunya. “Nyonya….,” suara mbok Yem terdengar berat dan serak. “Ada apa mbok?” “Gawat nyonya……... gawat…” “tenang mbok…. Tenang. Ambil nafas dulu setelah itu katakan dengan jelas.” Terdengar mbok Yem menarik nafas, setelah itu suaranya kembali terdengar. “Gawat nyonya, Seno sakit, ulutnya berbusa dan sekarang saya sedang menungguinya diruang emergency rumah sakit.” “Apa !” Mamanya segera meluncur kerumah sakit. Utnunglah jalanan tidak terlalu macet. Sesampainy dirumah sakit ia segera menaiki anak tangga menuju ruang UGD. Tapui segalanya sudah terlambat, ia mendapati mbok Yem sedang menangis. “Dimana Seno Mbok?” “Nyonya….., “ sambil sesegukkan mbok Yem berlari memeluknya. “Mbok Yem dimana Seno…? Ujar mamanya merasa tak enak. Terdengar suara pintu terbuka dan seorang dokter keluar. “Nyonya Meri?” ujar dokter tersebut. “ya, saya” sahut mamanya. “Maafkan kami nyonya, segealnya begitu cepat terjadi. Dan tampaknya Tuhan telah memiliki rencana lain untuk anak nyonya.” Wanita karir itu tersungkur , seluruh persendiannya terasa hancur. Dan ia tak lagi bisa menahan tangis. “Seno…” ujarnya disamping tubuh mungil yang mulai kaku. “Ini mama sayang…., Mama akan memandikanmu sekarang…” ujarnya lagi sambil menahan airmata dihadapan para pelayat yang sunyi dirumahnya. Sementara papanya, hanya mematung memandang tubuh Seno dengan pandangan kosong. Dan Mbok Yem tak henti-henti melantunkan ayat suci, dengan bibir yang bergetar dan hati yang menyembunyikan tangis. “Tuhan, jika ada hikmah dalam setiap kejadian, kenapa hikmah itu harus aku bayar dengan sangat mahal? Seno, maafkan mama……” lirih mamahnya diatas tanah yang masih merah. Sementara langit mulai senja dan para pelayat mulai melangkah. Sementara sang ayah hanya mematung, menatap daun-daun kamboja yang berjatuhan. “Segala sesuatu memang harus pergi…” desisnya parau.

Senin, 12 September 2011

Nilai Kasih Ibu

Ini adalah mengenai Nilai kasih Ibu dari Seorang anak yang mendapatkan ibunya sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur. Kemudian dia menghulurkan sekeping kertas yang bertulis sesuatu. si ibu segera membersihkan tangan dan lalu menerima kertas yang dihulurkan oleh si anak dan membacanya.   OngKos upah membantu ibu: 1) Membantu Pergi Ke Warung: Rp20.000 2) Menjaga adik Rp20.000 3) Membuang sampah Rp5.000 4) Membereskan Tempat Tidur Rp10.000 5) menyiram bunga Rp15.000 6) Menyapu Halaman Rp15.000 Jumlah : Rp85.000   Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak yang raut mukanya berbinar-binar. Si ibu mengambil pena dan menulis sesuatu dibelakang kertas yang sama.   1) OngKos mengandungmu selama 9bulan - GRATIS 2) OngKos berjaga malam karena menjagamu -GRATIS 3) OngKos air mata yang menetes karenamu - GRATIS 4) OngKos Khawatir kerana selalu memikirkan keadaanmu - GRATIS 5) OngKos menyediakan makan minum, pakaian dan keperluanmu - GRATIS 6) OngKos mencuci pakaian, gelas, piring dan keperluanmu - GRATIS Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku - GRATIS   Air mata si anak berlinang setelah membaca. Si anak menatap wajah ibu, memeluknya dan berkata, "Saya Sayang Ibu".Kemudian si anak mengambil pena dan menulis sesuatu didepan surat yang ditulisnya: "Telah Dibayar" .     APAKAH KAMU SAYANG ORANGTUAMU???? KARENA ORANGTUAMU SELALU MENYAYANGIMU.   MOTHER IS THE BEST SUPER HERO IN THE WORLD.

Haru Lebaran

Banyak soal membuat haru hatiku saat lebaran tiba. Misalnya penjaga masjid di kampungku yang selalu menunda pulang mudiknya karena harus menyelengarakan bermacam-macam kegiatan. Mulai dari memimpin anak-anak takbir keliling kampung di malam hari sampai menyiapkan perlengkapan shalat Idul Fitri di esok hari. Maka ketika kampung telah sepi, ia masih harus mengepel lantai, menggulung karpet dan memunguti koran-koran bekas untuk alas shalat. Wahai koran bekas itu betapa banyaknya. Padahal jika setiap pembawa itu membawa kembali korannya, gulungan kotoran itu tak akan ada. Tapi beginilah tabiat kita ini, sambil beribadah pun bisa sekaligus berbuat dosa. Jelas sekali, kenapa ada jenis peribadatan yang rendah saja pengaruhnya bagi perbaikan kelakuan. Kita tetap di sini, seperti ini, tak ada yang berubah juga. Kita adalah pribadi yang sama dengan yang kemarin, yang berani menebar kekotoran tanpa berani membersihkan. Itulah kenapa WC umum selalu buruk mutunya. Masih saja ada orang yang berani buang air kecil tapi tak berani mengguyur. Makanya di WC-WC umum itu, hingga di hari ini, masih saja anjuran yang sebetulnya menghina martabat kita: habis buang air kecil harap diguyur! Jelas anjuran itu pasti akibat dari banyaknya pembuang air kecil yang lupa mengguyur bahkan najisnya sendiri. Itulah kecurigaan saya kenapa Indonesia ini lambat sekali menjadi negara yang sehat. Karena kesehatan itu cuma baru bisa terjadi, jika setiap dari kita sudah sama-sama menjadi pembela kepentingan bersama. Padahal sedang kita lihat, penghancuran kebersamaan itu tengah berlangsung di mana-mana. Soal-soal yang menyangkut tentang keadilan umum kesejahteraan umum, dan ketenteraman bersama sedang ada di titik rendahnya. Sementara yang menyangkut tentang keadilan pribadi, kesejahteraan pribadi dan keadilan pribadi sedang berada di titik tertinggi.  Padahal ini tidak mungkin. Karena jika orang membangun ketinggian sambil merendahkan yang lain, ia sesungguhnya sedang berada dalam bahaya. Jika seseorang membangun keluasan sambil menyempitkan pihak lain, sesungguhnya ia tengah bersiap untuk celaka. Jika keseimbangan alam ini terganggu, ia akan meminta keseimbangan itu kembali. Dan jika ini sudah terjadi, tak akan ada kekuatan yang bisa menghalangi. Siapa saja, akan dilumatnya. Tetapi baiklah. Di tengah pameran ego-ego pribadi itu, marilah kita pungut sisa-sisa yang masih ada, soal-soal yang mengharukan hati kita, setidaknya hatiku ini. Biar ia menjadi sedikit penentram dan menerbitkan lagi kerindukan kita atas pentingnya kebersamaan. Di antara sederet soal yang bikin haru itu adalah HP tuaku. Ia tampak terengah-engah menerima berondongan SMS yang terlalu deras untuk ukuran usianya. Sebentar-sebentar HP ini sudah berteriak bahwa ia tak kuat lagi.  Satu-satu ia saya buangi agar bisa menerima SMS lagi. Bukan pekerjaan yang mudah, karena sambil membuang, aku sempatkan untuk membalasnya, dengan sentuhan pribadi. Bukan SMS generik, yang sekali bikin bisa dikirim untuk seluruh umat di jagat raya. Aku tahu pentingnya menyebut nama-nama, menempatkan mereka sebagai pribadi istimewa di hatiku. Aku mengerti hebohnya perasaan pihak yang dihargai. Jika cuma berpikir tentang mode, tentang ketuaan dan tentang gaya, rasanya HP ini sudah layak aku campakkan, karena bahkan anak saya pun enggan menerimanya. ‘'Itu HP abad Flindstone,'' katanya. Tetapi setiap hendak saya tinggalkan benda ini, entah kenapa saya selalu teringat logika poligami. Banyak orang menyakiti istri pertama yang begitu besar jasanya cuma karena ia telah peot dan tua. Maka selama ia masih bisa bersuara dan masih terlihat hurufnya, biarlah ia menjadi teman hidup saya.